Rabu, 25 November 2009

Tempat Bersejarah di Tulungagung Dijual Rp1 M

TULUNGAGUNG - Tempat bersejarah, yaitu rumah penyimpanan pusaka Kiai Upas Baru Klinting, senjata peninggalan kerajaan Mataram Islam yang bertempat di Jalan Panglima Sudirman Gg VI No 02 RT 03 RW 01 Kelurahan Kepatihan Kec/Kab Tulungagung berencana dijual oleh ahli warisnya.

Pewaris hendak menawarkan tanah dan bangunan seluas 2171 m2 yang terdiri dari satu rumah induk, satu pavilyun, rumah abdi dalem dan dapur itu dengan nominal harga sekitar Rp 1 miliar.

Pengakuan ini disampaikan Raden Mas (RM) Indronoto (57) salah seorang ahli waris yang menempati dalem kanjengan, begitu biasa masyarakat Kota marmer Tulungagung menyebutnya.

Menurut priyayi jawa ini, harga tawar yang disampaikannya, mengacu pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). "Kalau sesuai NJOP-nya, setiap meternya Rp 285 ribu. Total NJOP sebagai dasar pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) sebesar Rp 923.235.000. Dan saya sebagai ahli waris berencana menjualnya dengan harga segitu hingga Rp 1 miliar," ujarnya, Senin (18/7/2008).

Keinginan melego peninggalan Pringgokusumo, mantan Bupati Tulungagung ke tujuh ini mencuat secara tak sengaja saat Indronoto menemui sejumlah pegawai Dinas Pariwisata Pemprov Jawa Timur yang bertamu ke dalem kanjengan. "Namun sebenarnya saya sudah lama menyimpan gagasan ini, "ungkapnya.

Sekedar diketahui, dalem kanjengan merupakan salah satu tempat bersejarah di Kabupaten Tulungagung yang berkaitan langsung dengan sejarah pemerintahan dan kekuasaan di Tulungagung. Sebab, di dalem kanjengan yang ditempati mulai tahun 1991 ini, tersimpan sebilah pusaka kraton Mataram yang bernama tombak Kiai Upas (lidah) Baru Klinting.

Pusaka Kiai Upas merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten Tulungagung yang berdasar sejarah sebelumnya daerah bawahan kerajaan Mataram. Menyitir salah satu versi sejarah, tombak Kiai Upas berasal dari potongan lidah keturunan salah satu raja Kerajaan Mataram Islam yang bernama Ki Ageng Mangir.

Legenda yang berkembang di masyarakat, putra raja ini berwujud seekor ular. Karena dorongan keinginan bertemu sang ayah, ular penjelmaan ini harus merelakan lidahnya dipotong. Tombak Kiai Upas ini diyakini menjadi semacam pusaka setiap Bupati Tulungagung. Setiap bulan Suro, penanggalan Jawa, Bupati melakukan ritual siraman Kiai Upas di Dalem Kanjengan. Dan ini menjadi wisata religi yang menarik ratusan bahkan ribuan anggota masyarakat. Tidak hanya di Tulungagung, tapi juga dari masyarakat yang berada di daerah eks Karsidenan Kediri.

Indronoto mengemukakan, faktor kelangsungan nasib pusaka Kiai Upas sebagai alasan mendasar dirinya berniat menjual dalem kanjengan tersebut. Sedangkan faktor lainya adalah mengenai persoalan beban biaya perawatan, termasuk pembayaran rutin pajak tahunan (PBB) serta ongkos air dan listrik.

Menurut ayah dari Gerry Restianto Sih Kusuma (11), selama ini dirinyalah yang menanggung seluruh beban perawatan. Sedangkan kebutuhan lainnya dibantu Pemkab Tulungagung, khususnya saat acara siraman kiai upas.

"Misalnya tahun 2007 lalu, untuk acara siraman Kiai Upas, kami mendapat bantuan dari pemkab sebesar Rp 20 juta. Bantuan ini memang diberikan pada saat ada momen dimana sebelumnya kami menyampaikan proposal. Sedangkan biaya perawatan rutin lainya, murni dari kantong pribadi saya. Hanya saja saya tidak pernah merincinya. Yang paling mudah dilihat adalah biaya listrik yang habis Rp 200 ribu/bulan, "terangnya.

Demi sebuah uri-uri (pelestarian) peninggalan sejarah itulah, Indronoto hanya akan menjual kepada pemerintah, yang dalam hal ini Pemkab Tulungagung. Sebab menurut dia hanya pemerintah yang sanggup untuk menjaga kelangsungan pusaka tersebut saat dirinya dipanggil Yang Maha Kuasa.

"Saya tidak akan menawarkan bangunan bersejarah ini kepada pemilik modal atau perseorangan. Saya hanya akan menawarkan kepada pemerintah . Dengan harapan kanjeng kiai upas tetap berada di tempatnya, tidak berpindah-pindah," pungkasnya.
(Solichan Arif/Sindo/uky)

Dari Okezone News.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar